Cuti : Cuma Titipan

Pagi ini, di tengah hiruk pikuk jl wahidin raya yang menyeramkan (*paling gak suka menyeberang di jalan ini), aku diingatkan kembali tentang nyawa kita yang cuti, cuma titipan. Saat asyik berjalan sehabis membeli sarapan, tiba-tiba terdengar suara ambulan. Suara yang agak langka terdengar di komplek perkantoran ini, ada apa ya, apa ada yang kecelakaan, atau ada yang sakit pikirku. Tapi aku berbaik sangka si, mungkin cuma ambulan lewat.
Seketika sudah sampai di lantai 11, teman-teman terdengar sedang meributkan seorang pegawai setengah baya yang tiba-tiba pingsan. Ohh, ternyata ambulan yang terdengar tadi memang membawa orang sakit. Innalillah, semoga bapaknya diberi kemudahan.
Di waktu lain, aku sendiri sering mengalami peristiwa yang cukup membuat hatiku bergetar. Terutama kalau lagi naik motor, jalanan jakarta bukan medan yang asyik untuk pelan-pelan, tapi tidak oke juga untuk ngebut-ngebut. Selama mengendarai motor, aku selalu teringat mati. Selalu. Rasanya do'a-do'a yang kurapal ingin kuucapkan terus dan terus hingga akhirnya aku sampai di tempat tujuan. Alloh, jaga aku, lindungi aku. Begitu seterusnya.
Hal yang paling mengingatkan aku soal ini semua adalah seorang anak kecil, yang kutemui di suatu petang di sebuah angkot. Saat aku masuk, dia sudah duduk di dekat pintu dan sedang asyik memakan daging, sepertinya leher ayam. Kamu tahu, aku paling males makan leher ayam, selain bentuknya yang aneh, dan dagingnya sedikit, leher ayam menurutku bukan bagian dari ayam yang harus dimakan. Tapi, anak ini menyentilku keras-keras. Dengan lahapnya dia menikmati leher ayam itu hingga habis, menjilati jari-jarinya hingga bersih. Ya Alloh, betapa aku jarang bersyukur... Bahkan makanan yang juga cuti pun kadang aku sia-siakan. Tapi adik -yang aku tau tidak terlalu berpunya ini- berhasil menikmati apa yang cuti dengan sebaik dia bisa. Hemh, maafkan Lilis yang kurang bersyukur ya Alloh.
Dan kemudian, saat ini kutulis, aku berharap aku tersadar kembali, bahwa dunia yang Alloh bentangkan itu luas, tidak cuma aku dan aku. Dengan melihat dunia orang lain, aku akan banyak belajar tentang hidup yang cuti ini. Titipan yang suatu saat juga akan diambil oleh Pemiliknya. Titipan alam yang dengan baik hatinya Alloh memberi kita kebebasan untuk memanfaatkan. Titipan harta yang sering kita anggap hasil jerih payah sendiri sehingga tanpa sadar tidak menyerahkan yang seharusnya menjadi milik orang lain. Atau titipan umur yang sering habis dengan sia-sia. Bahkan anak, istri, suami, ayah, ibu, semuanya titipan.
Seketika sudah sampai di lantai 11, teman-teman terdengar sedang meributkan seorang pegawai setengah baya yang tiba-tiba pingsan. Ohh, ternyata ambulan yang terdengar tadi memang membawa orang sakit. Innalillah, semoga bapaknya diberi kemudahan.
Di waktu lain, aku sendiri sering mengalami peristiwa yang cukup membuat hatiku bergetar. Terutama kalau lagi naik motor, jalanan jakarta bukan medan yang asyik untuk pelan-pelan, tapi tidak oke juga untuk ngebut-ngebut. Selama mengendarai motor, aku selalu teringat mati. Selalu. Rasanya do'a-do'a yang kurapal ingin kuucapkan terus dan terus hingga akhirnya aku sampai di tempat tujuan. Alloh, jaga aku, lindungi aku. Begitu seterusnya.
Hal yang paling mengingatkan aku soal ini semua adalah seorang anak kecil, yang kutemui di suatu petang di sebuah angkot. Saat aku masuk, dia sudah duduk di dekat pintu dan sedang asyik memakan daging, sepertinya leher ayam. Kamu tahu, aku paling males makan leher ayam, selain bentuknya yang aneh, dan dagingnya sedikit, leher ayam menurutku bukan bagian dari ayam yang harus dimakan. Tapi, anak ini menyentilku keras-keras. Dengan lahapnya dia menikmati leher ayam itu hingga habis, menjilati jari-jarinya hingga bersih. Ya Alloh, betapa aku jarang bersyukur... Bahkan makanan yang juga cuti pun kadang aku sia-siakan. Tapi adik -yang aku tau tidak terlalu berpunya ini- berhasil menikmati apa yang cuti dengan sebaik dia bisa. Hemh, maafkan Lilis yang kurang bersyukur ya Alloh.
Dan kemudian, saat ini kutulis, aku berharap aku tersadar kembali, bahwa dunia yang Alloh bentangkan itu luas, tidak cuma aku dan aku. Dengan melihat dunia orang lain, aku akan banyak belajar tentang hidup yang cuti ini. Titipan yang suatu saat juga akan diambil oleh Pemiliknya. Titipan alam yang dengan baik hatinya Alloh memberi kita kebebasan untuk memanfaatkan. Titipan harta yang sering kita anggap hasil jerih payah sendiri sehingga tanpa sadar tidak menyerahkan yang seharusnya menjadi milik orang lain. Atau titipan umur yang sering habis dengan sia-sia. Bahkan anak, istri, suami, ayah, ibu, semuanya titipan.
Dari Muadz bin Jabal r.a. bahwa Rasululloh SAW bersabda : " Dua kaki seorang hamba tidak akan berpindah (dari tempatnya berpijak nanti di hari kiamat) sehingga ia ditanya tentang empat perkara, tentang umurnya, kemana saja dia habiskan, tentang masa mudanya dengan apa ia pergunakan, tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan untuk apa saja dia belanjakan, tentang ilmunya apa yang dia perbuat dengan ilmunya itu". (HR. At Thabrani)
Ya, semua ini memang cuti, cuma titipan. Suatu saat, akan diambil Sang Pemilik, dan suatu saat kita juga akan dimintai pertanggungjawaban.
Ilustrasi : englishisallaround.blogspot.com
jadi inget perjalanan tuban-jogja, di jalan yang super sepi, tiba-tiba ngliat orang tergeletak. darah dimana-mana.. gak ada orang sm sekali, mgkn kejadiannya baru aja. udah meninggal. nabrak truk parkir, dan orangnya gak pake helm.
BalasHapusmerinding kalo inget..
Semoga Allah selalu melindungi kita..
innalillahi,
BalasHapusperjalanan di jalan memang sangat rawan, selalu inget Alloh kalau lagi naik motor,
mati memang hal gaib yang gak bisa hindari,
tapi aku berharap dapat meninggal dg keadaan yg terbaik..
Yah,yang penting jangan sampai lupu dari mengingat Allah, mengingat mati. Biar ga lupa diri.,,,
BalasHapushaik, arigatou.
BalasHapusbukannya kalo nyebrang harusnya lewat jembatan penyeberangan??
BalasHapuskok rame...
GM : tapi kan kalo mau ke wahidin dua masa lewat jembatan penyeberangan?? kejauhannn~
BalasHapus