Cinta Bersemi di Pelaminan

Reading time : 4-6 minutes
Lupakan! Lupakan cinta jiwa yang tidak akan sampai di pelaminan. Tidak ada cinta jiwa tanpa sentuhan fisik. Semua cinta dari jenis yang tidak berujung dengan penyatuan fisik hanya akan mewariskan penderitaan bagi jiwa. Misalnya yang dialami Nasr bin Hajjaj di masa Umar bin Khattab.Ia pemuda paling ganteng yang ada di Madinah. Shalih dan kalem. Secara diam-diam gadis-gadis Madinah mengidolakannya. Sampai suatu saat Umar mendengar seorang perempuan menyebut namanya dalam bait-bait puisi yang dilantunkan di malam hari. Umar pun mencari Nasr. Begitu melihatnya, Umar terpana dan mengatakan, ketampanannya telah menjadi fitnah bagi gadis-gadis Madinah. Akhirnya Umar pun memutuskan untuk mengirimnya ke Basra.
Lupakan! Lupakan cinta jiwa yang tidak akan sampai di pelaminan. Tidak ada cinta jiwa tanpa sentuhan fisik. Semua cinta dari jenis yang tidak berujung dengan penyatuan fisik hanya akan mewariskan penderitaan bagi jiwa. Misalnya yang dialami Nasr bin Hajjaj di masa Umar bin Khattab.Ia pemuda paling ganteng yang ada di Madinah. Shalih dan kalem. Secara diam-diam gadis-gadis Madinah mengidolakannya. Sampai suatu saat Umar mendengar seorang perempuan menyebut namanya dalam bait-bait puisi yang dilantunkan di malam hari. Umar pun mencari Nasr. Begitu melihatnya, Umar terpana dan mengatakan, ketampanannya telah menjadi fitnah bagi gadis-gadis Madinah. Akhirnya Umar pun memutuskan untuk mengirimnya ke Basra.
Disini ia bermukim pada sebuah keluarga yang hidup bahagia. Celakanya, Nasr justru cinta pada istri tuan rumah. Wanita itu juga membalas cintanya. Suatu saat mereka duduk bertiga bersama sang suami. Nasr menulis sesuatu dengan tangannya di atas tanah yang lalu dijawab oleh seorang istri. Karena buta huruf, suami yang sudah curiga itu pun memanggil sahabatnya untuk membaca tulisan itu. Hasilnya: aku cinta padamu! Nasr tentu saja malu kerena ketahuan. Akhirnya ia meninggalkan keluarga itu dan hidup sendiri. Tapi cintanya tak hilang. Dia menderita karenanya. Sampai ia jatuh sakit dan badannya kurus kering. Suami perempuan itu pun kasihan dan menyuruh istrinya untuk mengobati Nasr. Betapa gembiranya Nasr ketika perempuan itu datang. Tapi cinta tak mungkin tersambung ke pelaminan. Mereka tidak melakukan dosa, memang. Tapi mereka menderita. Dan Nasr meninggal setelah itu.
Itu derita panjang dari sebuah cinta yang tumbuh dilahan yang salah. Tragis memang. Tapi ia tak kuasa menahan cintanya. Dan ia membayarnya dengan penderitaan hingga akhir hayat. Pastilah cinta yang begitu akan menjadi penyakit. Sebab cinta yang ini justru menemukan kekuatannya dengan sentuhan fisik. Makin intens sentuhan fisiknya, makin kuat dua jiwa saling tersambung. Maka ketika sentuhan fisik jadi mustahil, cinta yang ini hanya akan berkembang jadi penyakit.
Itu sebabnya Islam memudahkan seluruh jalan menuju pelaminan. Semua ditata sesederhana mungkin. Mulai dari proses perkenalan, pelamaran, hingga, hingga mahar dan pesta pernikahan. Jangan ada tradisi yang menghalangi cinta dari jenis yang ini untuk sampai ke pelaminan. Tapi mungkin halangannya bukan tradisi. Juga mungkin tidak selalu sama dengan kasus Nasr. Kadang-kadang misalnya, karena cinta tertolak atau tidak cukup memiliki alasan yang kuat untuk dilanjutkan dalam sebuah hubungan jangka panjang yang kokoh. Apapun situasinya, begitu peluang menuju pelaminan tertutup, semua cinta yang ini harus diakhiri. Hanya di sana cinta yang ini absah untuk tumbuh bersemi: di singgasana pelaminan. (anismatta.com)
*saya copas dari blog nya Pak Anis Matta, one of my favourite writer, :D
Beliau selalu bisa menyampaikan dengan cara terbaik yang beliau mampu,begitulah hakikat seorang penulis, jika dia mampu menyajikan 10 maka dia tidak melepas tulisan yang masih nilai 8. Dedikasinya untuk menulis hanya pada hal-hal yang bermanfaat,mengingatkan saya tentang kesempatan mengubah dunia dengan menulis. Minimal, kata Faudhil Adzim dalam bukunya yang berjudlu 'Dunia Kata', orang-orang yang di lingkungan kita merasakan manfaat dari tulisan kita. Uhh, sulitnya, >.<
Oya, back to topic, menanggapi cerita di atas, begitulah 'cinta, deritanya tiada akhir' kata Pat Kai. Tapi saya percaya, selama kita menyikapinya dengan cara yang telah agama kita ajarkan, saya yakin slogannya berubah jadi, 'cinta, bahagianya tiada akhir'. Hu um, begini ni gaya anak bujangan, belum nikah aja udah belagu. Saya anggap itu do'a, jadi gak papa kan saya berdoa. Amin (#khusyuk sangat)
tulisan tulisan anis matta memang luar biasa.,
BalasHapussaya punya bukunya yang berjudul "8 mata air kecermelangan" , manteb banget isinya..
salah satu penulis besar di negeri ini, harus byk belajar dari beliau...
BalasHapustukeran link blog ya mbak.. aku dah ganti tampilan dan alamat, punyaku: bambangisme.blogspot.com
BalasHapuscinta...cinta...cinta...
gak habis-habis dibahas meski dengan miliaran kata :)
Kak Fifin : Dulu kakak kelas saya juga nyari buku itu, tapi saya gak tertarik, waktu itu masih merasa bahwa bahasa Anis Matta itu bener bener bahasa langit, sulit dimengerti. padahal itu menunjukkan keunikan blio, skrg jadi pengen tau deh buku bukunya.. :D
BalasHapusNur Ah : generasi blio sampai ke kita umurnya cukup jauh, harus ada yang bisa meneruskan perjuangan bliau di dunia menulis, jangan sampai terputus pada generasi kita. :D
BalasHapusBams : sip bam... Jazakalloh.
BalasHapusjadi inget tulisan jaman kemaren..
BalasHapushttp://priyayimuslim.multiply.com/journal/item/383/Kuncoro_28_Demarkasi
PKJ : kayaknya ente banyak juga koleksi tulisan yang begitu, :DD
BalasHapusJadi malu ini cuma copas, gak bisa bikin cerita yang begitu,^^v
mba lis, aku berkunjung dimari,
BalasHapusbaru tau alamat ini,
hee :p
eniwei, blognya ust.anis matta dimana ya?
minta alamatnya dong,
Ziy : aku dah mampir di rumahmu, :D
BalasHapusKereen..
pak anis matta di anismatta.com ya..:D
Terima kasih sudah sowan, ^^