Kunjungan #2 : Bu Mar, Guru yang Penyayang dan Disayangi

Tak jauh dari rumah Pak Amin (yang saya ceritakan sosoknya di postingan sebelum ini), ada rumah Bu Mar. Bu Mar adalah guru sekolah suami saya pas Mas masih SD kelas 1. Sama takjubnya dengan suasana rumah Pak Amin, rumah Bu Mar juga sangaattt asrii, rapih, bersih. Awesome home! (*jangan dibilang hoax, soalnya saya ga mungkin motret rumah beliau :P)




















Mas pun mengetuk pintu rumah yang sebenarnya sudah terbuka, seorang cucunya keluar dan menemui kami. Mas pun bertanya apakah Bu Mar sedang di rumah. Alhamdulillah, beliau ada. Sebelum Bu Mar keluar menemui kami, suami beliau menyapa sebentar -mungkin penasaran siapa tamu yang datang *GR. Kamipun dipersilahkan duduk sambil menunggu Bu Mar. Dan sekali lagi saya takjub dengan betapa kinclongnya rumah Bu Mar. *still wondering how to manage that all

(Setelah beberapa saat) Muncullah seorang wanita yang sudah cukup tua, perawakannya kurus, menggunakan kaos berlengan pendek hijau, berjilbab hijau sebahu dan celana 3/4. Tapi senyumannya khas guruu *gimana yah, susah deh nyeritainnya. Kami pun bergantian mencium tangan beliau. Berasa sekali beliau sudah berumur, kulitnya sudah keriput. Dengan tetap tersenyum Bu Mar menyampaikan kebahagiaannya karena kami mau berkunjung. Setelah menanyakan kesehatan kami, Bu Mar mengatakan betapa sedihnya tidak diundang ke pernikahan kami *Mas menyerahkan perihal siapa saja yang diundang kepada Ibunya. "Aku panceno ora iso aweh opo-opo, tapi aku yo pengen weruh mrono", begitu tuturnya. Terus terang kami juga sangat menyesal. Kami tentu senang sekali jika beliau berkenan menghadiri akad nikah kami. Akhirnya kami hanya bisa berkali kali meminta maaf atas tidak diundangnya beliau T.T

Setelah itu, kami berlanjut membahas kesehatan Bu Mar. Beliau bercerita bahwa sebenarnya akhir-akhir ini kesehatannya baik. Bahkan lebih baik dari beberapa tahun lalu. Dulu beliau sering kena darah tinggi. Menurut Bu Mar, dari segi makanan tidak ada yang mungkin menjadi pemicu. Akhirnya setelah dicari tahu lebih dalam, Bu Mar merasa bahwa darah tinggi yang dideritanya itu berasal dari pikiran. Memang Bu Mar baru saja kehilangan anak sulungnya. Semenjak anaknya itu meninggal karena gagal ginjal, Bu Mar merasa belum ikhlas melepaskannya. Apalagi anak sulungnya meninggalkan istri dan seorang anak yang masih kecil. Namun, Bu Mar berhasil lepas dari kesedihannya. Ia memasrahkan diri kepada Allah. Setiap selesai sholat, ia mengajak hatinya untuk senantiasa ikhlas. Semenjak itu, darah tinggi Bu Mar tidak lagi kambuh. Alhamdulillah~

Saat ini Bu Mar sudah resmi pensiun, untuk mengisi hari-harinya, Ibu masih rajin merawat rumah dan tanaman, pantas saja rumahnya luar biasa rapi dan kinclong *kembali merasa minder :'(. Bu Mar sudah berusia 66 tahun. Saat saya tanyakan berapa lama beliau menjadi guru, Bu Mar menjawab selama 27 tahun. Dari 27 tahun itu, Bu Mar telah mengajar 4 generasi keluarga Mas. Mulai dari Pakliknya Mas, mbaknya Mas, Mas, sampai keponakan Mas, woww *pakai koprol. Dari sinilah cerita unik beliau selama mengajar dimulai. Tahun 70 an Bu Mar sudah pernah diangkat menjadi guru. Namun baru satu tahun menjadi guru beliau memutuskan untuk mengambil cuti di luar tanggungan negara dan mengikuti suami ke Jakarta *such a nice wife. Di sana ia belajar menjahit demi menambah penghasilan suami. Pekerjaan menjahit di konveksi beliau kerjakan di rumah sambil merawat anak pertamanya. Kejadian menarik dialami Bu Mar di suatu siang, ketika Bicar anak tetangganya menangis. Ternyata setelah diulik. Bicar menangis karena tidak bisa mengerjakan PR Matematika. Bu Mar pun berbaik hati menawarkan diri untuk mengerjakan PR tersebut. Apa dinyana, Bicar bukannya mengiyakan malah tidak percaya kalau Bu Mar bisa mengerjakan. Well, akhirnya Bu Mar mengerjakan 10 pr matematika itu, daann besok siangnya Bicar lari-lari menemui Bu Mar sambil berteriak girang kalau pr matematikanya dapat 100. Semenjak itu, Bicar dan teman-temannya les privat di rumah Bu Mar *rejeki datang tak dinyana ya?

Setelah kurang lebih dua tahun, Dinas Pendidikan Purbalingga mengirimkan surat perihal kelanjutannya menjadi PNS, jika ingin melanjutkan, diharapkan segera mencari tempat pindah di Jakarta. Namun dengan alasan administrasi dan pengurusan yang ribet, Bu Mar memilih untuk keluar dari PNS. Hingga akhirnya tiba waktu Bu Mar kembali ke kampung. Di situ, Bu Mar kembali mendaftarkan diri menjadi guru. Syukur alhamdulillah, beliau diterima kembali.

Penugasan keduanya ini dimulai dari mengajar anak TK, baru kemudian menjadi guru SD, wali kelas 1. Dalam masa inilah Mas pernah menjadi salah satu murid yang beliau asuh. Bu Mar bercerita bahwa pada masa itu murid-murid masih dalam keadaan yang belum sebaik dan sesehat sekarang. Banyak di antaranya yang datang ke sekolah bahkan belum mandi dan bersimbah ingus *maaf :'(. "Sapu tangan akeh sing dibuang, isine umbel thok', tutur Bu Mar sambil tertawa.

Bu Mar dikenal sebagai sosok yang penyayang kepada anak didiknya. Waktu istirahatnya tidak banyak ia nikmati. Sebagian besar ia habiskan bersama anak-anak, bermain di kala waktu istirahat tiba. Beberapa peristiwa yang beliau kenang menunjukkan betapa beliau adalah tipe orang yang sangat sederhana. Suatu hari, seorang anak menceritakan bahwa ia baru saja dibelikan kalung emas oleh ayahnya yang baru pulang merantau. Tak diduga, anak tersebut melontarkan pertanyaan yang masih terngiang di benak Bu Mar hingga hari ini. "Bu Mar kok ora tau nganggo kalung?", tanya murid Bu Mar dengan polosnya. Dan Bu Mar yang terkaget hanya menjawab, "Bu Guru nek ngagem kalung gatel". Sebuah jawaban yang sebenarnya beliau harap bisa menutup keadaan bahwa Bu Mar tidak mungkin membeli kalung emas waktu itu. Begitu juga saat ada seorang guru muda baru yang setiap hari bergonta ganti pakaian kantor, ada seorang anak yang menanyakan mengapa Bu Mar hanya memakai baju yang itu-itu saja setiap hari, Bu Mar menjawab dengan tersenyum. Menutup cerita ini, Bu Mar menasihati saya supaya menjadi istri yang qona'ah *insyaAllah Bu :')

Akhirnya percakapan kami ditutup dengan nasihat dari beliau untuk kami, 

"Mba, nitip Mas Toni nggih"
"Loh kok kulo Bu? Mboten kuwalik?" (kamipun tertawa)
"Ampun sering dikerengi Mas~e"
"insyaAllah Bu"
"Mas, sing eman nggih kalih adikke"
"InsyaAllah, Bu"
"Kalau berkeluarga harus mong kinemong"

Subhanalloh, nasihat yang sederhana tapi adem, rasanya tulus banget terucap dari bibir Bu Mar.

Saya rasa, saya juga akan mengidolakan beliau jika saya pernah menjadi murid beliau. Bu Mar ~sebagai guru yang penyayang dan disayangi itu~ sering dikunjungi oleh mantan muridnya, sekedar bertanya dan meminta nasihat seperti yang kami lakukan.

Seperti do'a saya untuk Pak Amin, semoga Bu Mar senantiasa sehat, dijaga Allah dan sisa usianya berkah.
Semoga do'a-do'a beliau untuk kami dikabulkan Allah, aamiin. Semoga kami masih bisa menimba ilmu kepada beliau lagi di lain kesempatan.


meja kerja, 3 januari 2013






Komentar

  1. Semoga banyak hikmah yangbisa kita ambil dari beliau :)
    Aamiin ~

    BalasHapus
  2. amiin..

    #ah, lagi lagi spechless

    BalasHapus
  3. Mba sama mas nya temen satu kelas ya waktu sd nya.
    *eh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, kenapa mba bisa berkesimpulan bgitu? *garukgaruk

      Hapus
    2. Hehe, kenapa mba bisa berkesimpulan bgitu? *garukgaruk

      Hapus
  4. Bu Maaarrrr >.< *kayak kenal rasanya karena baca post ini*

    BalasHapus
  5. Niwaa, percaya deh, ibunya baik bangett >,<

    BalasHapus

Posting Komentar

Hi, nice to hear your inner-voice about my blog. Just feel free to write it here, but please dont junk :)

Postingan Populer