They Are Not Just Children
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah
Tahun 2012, sekitar 2 bulan setelah saya menikah, Allah menakdirkan saya hamil. Waktu itu kehamilan saya berakhir dengan vonis hamil di luar kandungan tepat usia 10 minggu. Kami, yang notabene pengantin baru ini, yang sedang ingin-inginnya memiliki anak ini, diuji Allah. Ikhlaskah kami? Apakah kami akan goyah? Apakah kami semakin lemah atau semakin kuat? Apakah kami akan menyalahkan Allah? Ataukah kami akan introspeksi?
Hari-hari pasca operasi hamil di luar kandungan itu bukan hari yang mudah untuk dilalu, saya pernah mengalami imsomnia parah, ketakutan dan kekhawatiran berlebihan , salah satunya karena info-info yang saya baca di internet tentang ektopik. Namun dengan berlalunya waktu, serta keyakinan saya bahwa Allah percaya saya mampu melewati ujian itu, saya memutuskan untuk move on. Menjalani kehidupan pernikahan dengan lebih enjoy. Menanamkan dalam diri saya bahwa untuk menjadi orang tua itu tidak mudah, sehingga Allah menunggu saya benar-benar punya bekal dan siap. Lahir dan batin. Lahir saja mungkin setiap pasangan sudah siap, tetapi batin? Banyak yang sudah dikaruniai anak namun tidak mengerti hakikat menjadi orang tua, saya yakin Allah tidak mau melihat saya seperti itu. Pengalaman terkena ektopik membuat saya menjadi lebih hati-hati dalam menjalani kehamilan selanjutnya. Selain itu, rasa syukur kami jauh-jauh lebih besar karena kami pernah mengalami kondisi yang jauh lebih menyedihkan.
Selama menjalani masa istirahat program hamil, kami fokus membeli rumah idaman. Sepertinya ini juga salah satu hikmah yang Allah ingin tunjukkan pada kami. Kehamilan yang ditunda karena ingin kami memiliki hunian terlebih dahulu. Meski kontrakan kami sebelumnya tidak buruk, tetapi tetap tidak bisa dikatakan sehat untuk bayi kami. Alhamdulillah, Allah mewujudkan impian kami untuk memiliki hunian yang cukup baik untuk ditinggali sekarang.
Dengan berjalannya waktu pula, saya pasrahkan kehidupan saya pada Allah, anak adalah rizki. Banyak yang dimuliakan Allah karena amal ibadah dan keimanannya, namun Allah tak berikan rizki seorang anakpun, apakah kedudukan hamba tersebut menjadi rendah? Samasekali tidak. Salah satunya adalah shohabiyah Aisyah ra. Selama pernikahan beliau dengan Rasululloh SAW, Aisyah ra tidak dikaruniai seorang pun anak, tetapi kedudukannya di mata Allah dan suami sama sekali tidak buruk.Namun demikian kami tidak melupakan ikhtiar, selain rajin olahraga, makan makanan sehat, kami usahakan ruhiyah kami senantiasa terjaga. Kamipun juga memutuskan untuk melakukan imunisasi MMR, kami benar-benar mengharapkan kondisi kehamilan yang lancar.
Beberapa bulan setelah kami menempati rumah baru kami, dan saat itu saya sedang proses pengerjaan skripsi. Tiba-tiba saya meriang, batuk dan demam. Awalnya saya kira saya sakit biasa. Hingga akhirnya muncul rasa mual. Apakah saya hamil? Akhirnya kami memilih untuk tes kehamilan di rumah. Kami tidak berharap banyak, nothing to lose. Alhamdulillah ya Allah, syukur alhamdulillah, hasil tes menunjukkan bahwa saya hamil (lagi). Hari-hari itu adalah hari yang berat, mengingat kami pernah mengalami kejadian di masa lampau, sedikit banyak kami khawatir hasilnya akan sama dengan yang dulu. Kami bahkan trauma pergi ke dokter, hingga akhirnya saya meyakinkan suami," semakin cepat kita mengetahui kehamilan ini, maka semakin cepat pula kita bisa menjaganya, Mas".
Bertemu dokter kali ini, rasanya super duper duper deg degan. Saya masih ingat raut muka suami sesaat kami keluar dari ruang dokter kala itu. Itu adalah sesaat setelah dokter mengatakan saya hamil di luar kandungan. Mata itu sembap. Memerah. Bahkan telah menetes air matanya. Dan mengawali periode kehamilan kedua, saya memberanikan diri melihat dengan mata kepala saya sendiri layar USG, apapun yang akan muncul di sana saya akan menerimanya. Ya Allah, mohon ijinkan kami menimangnya ~ Detik itu pun berjalan, dan dengan raut muka bahagia Bu Dokter mengatakan, "Ini ada kok kantung janinnya, lihat, ada detak jantungnya kan?". Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah~ Dan apakah kehamilan kedua itu akhirnya seperti apa yang kami impikan? Intinya iya, meskipun tentu kita tetap melewati beberapa peristiwa menegangkan sebagai pengingat kami agar senantiasa bersabar dan bersyukur.
Kini, saat Yumna merekahkan senyum dan tawanya di hadapan kami, saat tangisnya menjadi pilu kami, saat tidurnya menjadi penenang kami, saat suaranya menjadi bulir-bulir rindu kami, itu adalah saat-saat yang pernah kami impikan dulu saat 'kakak'nya tidak bisa kami temui. Kini, doa doa yang terlantun adalah doa doa yang lebih dalam, karena kami tahu kami bisa saja tidak menemuinya seperti saat ini, tapi Allah merizkikan kami untuk menjadi orang tuanya, Umi Abahnya. Allohuakbar!
Betapa besar tanggung jawab yang saya dan suami emban atas jawaban Allah untuk doa-doa kami. Ya, Yumna hadir karena kami pinta, ia sama sekali tak punya hak untuk disakiti oleh kami, karena kalau Allah mau, ia akan menjadi anak orang lain, tetapi Allah menakdirkan ia bersama kami, tumbuh, dan berkembang atas pengasuhan kami, menjadi tiket surga kami. Allohuakbar!
Jadi apakah masih akan terbetik dalam hati kita, menyiakan ia yang kita minta kehadirannya?
Jadi apakah masih terpikir oleh akal kita, untuk tidak mengusahakan apa yang terbaik bagi dunia dan akhiratnya padahal ia hadir untuk menunjukkan kita medan pahala?
Sungguh, seringkali kitalah yang lalai memandang anak, menganggap ia sebagai beban, menganggap ia sebagai kesulitan. Anak tidak pernah meminta ini dari kita, sekali lagi, kitalah yang meintanya hadir. Cintailah ia karena Allah, sayangilah ia karena Allah, didik dan asuh dia dengan kasih, bimbing dan ajari dia dengan sayang ~ Kelak, saat ia mempunyai anak, buatlah ia mengerti bagaimana perasaan seorang Ibu/Ayah ketika seorang bayi mungil hadir dalam kehidupan, luapan cintanya tercurah untuk anak-anaknya karena ia pernah merasakan itu dari kita. Dan itulah ladang pahala yang Allah ijinkan hadir bersama anak-anak yang kita idamkan. Adakah kita menyadarinya?
Selama menjalani masa istirahat program hamil, kami fokus membeli rumah idaman. Sepertinya ini juga salah satu hikmah yang Allah ingin tunjukkan pada kami. Kehamilan yang ditunda karena ingin kami memiliki hunian terlebih dahulu. Meski kontrakan kami sebelumnya tidak buruk, tetapi tetap tidak bisa dikatakan sehat untuk bayi kami. Alhamdulillah, Allah mewujudkan impian kami untuk memiliki hunian yang cukup baik untuk ditinggali sekarang.
Dengan berjalannya waktu pula, saya pasrahkan kehidupan saya pada Allah, anak adalah rizki. Banyak yang dimuliakan Allah karena amal ibadah dan keimanannya, namun Allah tak berikan rizki seorang anakpun, apakah kedudukan hamba tersebut menjadi rendah? Samasekali tidak. Salah satunya adalah shohabiyah Aisyah ra. Selama pernikahan beliau dengan Rasululloh SAW, Aisyah ra tidak dikaruniai seorang pun anak, tetapi kedudukannya di mata Allah dan suami sama sekali tidak buruk.Namun demikian kami tidak melupakan ikhtiar, selain rajin olahraga, makan makanan sehat, kami usahakan ruhiyah kami senantiasa terjaga. Kamipun juga memutuskan untuk melakukan imunisasi MMR, kami benar-benar mengharapkan kondisi kehamilan yang lancar.
Beberapa bulan setelah kami menempati rumah baru kami, dan saat itu saya sedang proses pengerjaan skripsi. Tiba-tiba saya meriang, batuk dan demam. Awalnya saya kira saya sakit biasa. Hingga akhirnya muncul rasa mual. Apakah saya hamil? Akhirnya kami memilih untuk tes kehamilan di rumah. Kami tidak berharap banyak, nothing to lose. Alhamdulillah ya Allah, syukur alhamdulillah, hasil tes menunjukkan bahwa saya hamil (lagi). Hari-hari itu adalah hari yang berat, mengingat kami pernah mengalami kejadian di masa lampau, sedikit banyak kami khawatir hasilnya akan sama dengan yang dulu. Kami bahkan trauma pergi ke dokter, hingga akhirnya saya meyakinkan suami," semakin cepat kita mengetahui kehamilan ini, maka semakin cepat pula kita bisa menjaganya, Mas".
Bertemu dokter kali ini, rasanya super duper duper deg degan. Saya masih ingat raut muka suami sesaat kami keluar dari ruang dokter kala itu. Itu adalah sesaat setelah dokter mengatakan saya hamil di luar kandungan. Mata itu sembap. Memerah. Bahkan telah menetes air matanya. Dan mengawali periode kehamilan kedua, saya memberanikan diri melihat dengan mata kepala saya sendiri layar USG, apapun yang akan muncul di sana saya akan menerimanya. Ya Allah, mohon ijinkan kami menimangnya ~ Detik itu pun berjalan, dan dengan raut muka bahagia Bu Dokter mengatakan, "Ini ada kok kantung janinnya, lihat, ada detak jantungnya kan?". Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah~ Dan apakah kehamilan kedua itu akhirnya seperti apa yang kami impikan? Intinya iya, meskipun tentu kita tetap melewati beberapa peristiwa menegangkan sebagai pengingat kami agar senantiasa bersabar dan bersyukur.
Kini, saat Yumna merekahkan senyum dan tawanya di hadapan kami, saat tangisnya menjadi pilu kami, saat tidurnya menjadi penenang kami, saat suaranya menjadi bulir-bulir rindu kami, itu adalah saat-saat yang pernah kami impikan dulu saat 'kakak'nya tidak bisa kami temui. Kini, doa doa yang terlantun adalah doa doa yang lebih dalam, karena kami tahu kami bisa saja tidak menemuinya seperti saat ini, tapi Allah merizkikan kami untuk menjadi orang tuanya, Umi Abahnya. Allohuakbar!
![]() |
Bobok di stroller >,< |
Betapa besar tanggung jawab yang saya dan suami emban atas jawaban Allah untuk doa-doa kami. Ya, Yumna hadir karena kami pinta, ia sama sekali tak punya hak untuk disakiti oleh kami, karena kalau Allah mau, ia akan menjadi anak orang lain, tetapi Allah menakdirkan ia bersama kami, tumbuh, dan berkembang atas pengasuhan kami, menjadi tiket surga kami. Allohuakbar!
Jadi apakah masih akan terbetik dalam hati kita, menyiakan ia yang kita minta kehadirannya?
Jadi apakah masih terpikir oleh akal kita, untuk tidak mengusahakan apa yang terbaik bagi dunia dan akhiratnya padahal ia hadir untuk menunjukkan kita medan pahala?
Sungguh, seringkali kitalah yang lalai memandang anak, menganggap ia sebagai beban, menganggap ia sebagai kesulitan. Anak tidak pernah meminta ini dari kita, sekali lagi, kitalah yang meintanya hadir. Cintailah ia karena Allah, sayangilah ia karena Allah, didik dan asuh dia dengan kasih, bimbing dan ajari dia dengan sayang ~ Kelak, saat ia mempunyai anak, buatlah ia mengerti bagaimana perasaan seorang Ibu/Ayah ketika seorang bayi mungil hadir dalam kehidupan, luapan cintanya tercurah untuk anak-anaknya karena ia pernah merasakan itu dari kita. Dan itulah ladang pahala yang Allah ijinkan hadir bersama anak-anak yang kita idamkan. Adakah kita menyadarinya?
dalam sekali mbak Lis...
BalasHapus