{TAIF} 2# Hidup Ribet? Cek-cek Dulu Yuk Ibadah Kita!



 Menjelang persalinan, berbagai pikiran berseliweran tidak keruan. Bagaimana jika begini, bagaimana jika begitu, apa aku mampu, apa aku bisa, dst. Tak pernah berhenti. Datang silih berganti. Rasanya seperti mau meledak. Ga kuat. Tapi kemudian aku inget, bahwa apapun yang akan sedang telah terjadi pada diri kita, tak lain dan tak bukan sudah ada yang mengatur. Allah. Tiada yang mampu memberi kebaikan, tanpa seijin Allah. Tiada yang mampu mencelakakan, tanpa seijin Allah. Bahkan, daun yang jatuh, air yang mengering, semuanya Allah Maha Tahu. Apalagi terhadap kita yang ia senantiasa pelihara. 

Dari situ aku sadar, saat aku sudah tidak merasa bisa lagi, saat semuanya terlalu berat, ternyata bagi Allah sama sekali tidak berat. Tidak ada satupun yang berat atau susah atau ribet buat Allah. Allah senantiasa punya jalan keluar. Jadi, daripada aku pendam sendiri, atau aku koar-koar di medsos ga jelas, bukankah lebih baik aku ngadu aja sama Allah?
Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya,” (QS 12:86).
Kekhawatiran hadir karena kita berprasangka. Seringkali kita memikirkan sesuatu hal buruk akan terjadi di masa datang padahal belum tentu bukan? Merasa akan gagal tes, merasa tidak akan mendapat pekerjaan, merasa akan kewalahan dengan hadirnya anak yang baru lahir, merasa tidak mampu menyelesaikan tugas rumah tangga, dst. Yap, hanya perasaan. Perasaan yang mengarahkan kita pada prasangka. Padahal Allah sesuai dengan prasangka hambaNya. Sayang dong ya hanya karena prasangka malah jadi kenyataan. 
“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS 65:2-3).
Kita harus yakin dan percaya, setelah ikhtiar yang kita lakukan, maka sebaik-baik hasil adalah dari Allah. Yang penting kita melaksanakan apa yang Allah minta dan menjauhi segala larangannya. Dengan begitu, Allah pasti-janji Allah itu nyata- akan mendatangkan rejeki -termasuk solusi atas permasalahan kita- dari arah yang tidak pernah kita sangka. Yakin! Setelah berikhtiar, maka selanjutnya adalah bertawakal, menyerahkan hasil kepada Allah, Niscaya Allah akan memenuhi keperluan kita. Alhamdulillah, masyaAllah, Allohuakbar! 

Ada sebuah cerita menarik, terkait ribetnya urusan tapi kemudian teratasi dengan pertolongan Allah yang tak terduga.

***
 Pada suatu hari di awal-awal saat memulai bisnis dulu, saya ketemu masalah seperti ini: saya janjian dengan 3 orang di Jakarta. Saat itu posisi saya di Jogja tanpa banyak kenalan di Jakarta dan cekak banget dananya. Begini jadwalnya: Pak A janji ketemu hari Senin siang, Pak B hari Rabu pagi dan Bu C di hari Jumat sore. Jika saya mau gampang, saya harus berangkat naik kereta Minggu malam dan menginap di Jakarta 5 hari dan pulang Jumat malam. Sayanya yang bingung: nginep dimana, biaya makannya gimana? Duh ribet, padahal janjiannya udah di-arranged lama dan posisi orang yang mau saya temui itu boss semua untuk penawaran kerjaan promosi. Saya harus mengikuti jadwal mereka, saya tak kuasa menentukan jadwal karena saya yang butuh.
Pusinglah saya memikirkan jadwal yang mustahil itu. Sampai seminggu menjelang harinya, saya ketemu seorang teman, yang ilmu agamanya lumayan. Karena belum menemukan solusi, saya pun curhat padanya. Teman saya mengangguk-angguk lalu bertanya,"Jadwal shalatmu gimana?"
"Jadwal shalat? Apa hubungannya?" saya keheranan.
"Shalat subuh jam berapa?" tanpa menjawab pertanyaan saya, dia meneruskan pertanyaannya.
" Errgh... jam setengah enam, jam enam. Sebangunnya lah.. Kenapa," jawab saya.
" Shalat dzuhur jam berapa?"
"Dzuhur? Jadwal shalat dzuhur ya jam 12 lah..." jawab saya.
"Bukan, jadwal shalat dzuhurmu jam berapa?" ia terus mendesak.
" Oooh, jam dua kadang setengah tiga biar langsung Ashar. Eh, tapi apa hubungannya dengan masalahku tadi?" saya makin heran.
Temen saya tersenyum dan berkata,"Pantas jadwal hidupmu berantakan."
"Lhooo.. kok? Apa hubungannya?" saya tambah bingung.
"Kamu bener mau beresin masalahmu minggu depan ke Jakarta?" tanyanya lagi.
"Lha iya, makanya saya tadi cerita...," saya menyahut.
"Beresin dulu jadwal shalat wajibmu. Jangan terlambat shalat, jangan ditunda-tunda, klo bisa jamaah," jawabnya.
"Koq.. hubungannya apa?" saya makin penasaran.
"Kerjain aja dulu kalo mau. Enggak juga gak papa, yang punya masalah kan bukan aku...," jawabnya.
Saya pun pamit, jawabannya tak memuaskan hati saya. Joko sembung naik ojek, pikir saya. Gak nyambung, Jek. Saya pun mencari cara lain sambil mengumpulkan uang saku buat berangkat yang emang mepet. Tapi sehari itu rasanya buntu, buntu banget. Sampai saya berfikir, ok deh saya coba sarannya. Toh gak ada risiko apa-apa. Tapi ternyata beratnya minta ampun, shalat tepat waktu berat jika kita terbiasa malas-malasan, mengakhirkan pelaksanaannya. Tapi udahlah, tinggal enam hari ini.
Dua hari berjalan, tak terjadi apa-apa. Makin yakin saya bahwa saran teman saya itu tidak berguna. Tapi pada hari ketiga, hp berdering. Dari asisten Pak A, "Mas, mohon maaf sebelumnya. Pak A belum bisa ketemu hari Senin besok. Ada rapat mendadak dengan direksi. Saya belum tahu kapan bisa ketemunya, nanti saya kabari lagi."
Di ujung telepon saya ternganga, bukannya jadwal saya makin teratur ini malah ada kemungkinan di-cancel. Makin jauh logika saya menemukan solusinya, tapi apa daya. Karena bingung, saya pun terus melanjutkan shalat saya sesuai jadwalnya.
Di hari berikutnya, hp saya berdering kembali. Dari sekretaris Pak B, "Mas, semoga belum beli tiket ya? Pak B ternyata ada jadwal general check up Rabu depan jadinya gak bisa ketemu. Tadi Bapak nanya bisa nggak ketemu Jumat aja, jamnya ngikut Mas."
Yang ini saya bener-bener terkejut. Jumat? Kan bareng harinya ama Bu C? Saya pun menyahut, "O iya, tidak apa-apa Pak. Jumat pagi gitu, jam 9 bisa ya?"
Dari seberang sana dia menjawab, "OK Mas, nanti saya sampaikan."
Suipp, batin saya berteriak senang. Belum hilang rasa kaget saya, hp saya berbunyi lagi. Sebuah sms masuk, bunyinya: Mas, Pak A minta ketemuannya hari Jumat setelah Jumatan. Jam 13.30. "Diusahakan ya Mas, tidak lama kok, 1 jam cukup"
Saya makin heran! Tanpa campur tangan saya sama sekali, itu jadwal menyusun dirinya sendiri. Jadilah saya berangkat Kamis malam, ketemu 3 orang di hari Jumat dan Jumat malem bisa balik ke Jogja tanpa menginap!
Saya sujud sesujud-sujudnya. Keajaiban model begini takkan bisa didapatkan dari Seven Habits-nya Stephen Covey, tidak juga dari Eight Habbits. Hanya Allah yang kuasa mengatur segala sesuatu dari arsy-Nya sana.
Sampai saya meyakini satu hal yang sampai sekarang saya usahakan terus jalani: Dahulukan jadwal waktumu untuk Allah maka Allah akan mengatur jadwal hidupmu sebaik-baiknya.
Jika dalam hidup ini kita mengutamakan Allah, maka Allah akan menjaga betul hidup kita. Allah itu mengikuti perlakuan kita kepadanya, makin disiplin kita menyambut-Nya, makin bereslah jadual hidup kita.
***
Aku ngerasa cerita ini bener-bener menohok, why? karena sometime aku persisss banget kayak si bapak businessman di cerita itu, ngaretttt sholatnya, astaghfirullohal'adzim. Sholah Subuh udah jam 5, sholat Dhuhur udah jam 1, sholat Ashar udah jam 4, Maghrib udah mepet Isya, Isya udah mepet mau Subuh, hiks. Parahhh! Kalau dipikir-pikir, sholat yang udah kewajiban kita aja aku masih belum bisa bersegera, apa iya Allah bakal bersegera nolong kita kalau kita butuh? Padahal kita loh yang butuh, bukan Allah. Dari segi logika aja udah bakal ga nyampe. 

Thats why, aku selalu mikir, kalau ada sesuatu yang kurang lancar sama kehidupan kita, salahnya bukan salah siapa-siapa, kecuali kita sendiri yang kudu introspeksi. Kita yang kudu cek gimana hubungan kita sama Yang Maha Mengatur Hidup. kalau hubungan kita baik sama Allah, yakin deh, Allah juga bakal beribu kali lipat lebih baik ke kita. Yakin!

Komentar

  1. ini persis banget saya juga ngalamin, mba. duh gusti... malu sendiri. seringnya cemas sendiri sih ngejer2 uang takut gak bisa makan lah, takut kelaparan lah, takut anak gak bisa sekolah lah, sampe mengenyampingkan urusan ibadah. ternyata justru sebaliknya, prioritaskan ibadah dulu baru bekerja :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Hi, nice to hear your inner-voice about my blog. Just feel free to write it here, but please dont junk :)

Postingan Populer