BUY FEWER, BETTER THINGS

*terinspirasi dari http://www.un-fancy.com/outfits/spring-outfits/6-18/

Dalam hal mengelola keuangan, saya rasa saya termasuk orang yang boros. Saya suka jajan. Saya suka belanja. Saya seringkali tidak panjang pikir untuk membeli sesuatu. Hingga pada akhirnya saya menyadari, itu adalah kebiasaan yang saya bawa dari kecil. Bapak Ibu saya bukan orang kaya raya, tapi alhamdulillah bukan pula orang yang kekurangan. Saya besar tanpa pernah mengalami sulitnya mencari uang atau mendapatkan sesuatu. Sehingga rasa 'memiliki' terhadap uang sangat kurang. Dalam artian, saya susah 'sayang uang' #ohmy

Hingga akhirnya saya dewasa seperti sekarang ini. Susah bagi saya untuk merasakan kekurangan, atau merasa gaji saya sedikit, atau merasa tabungan saya sedikit, atau kekhawatiran-kekhawatiran lain terkait uang. Positifnya, saya tidak akan mengeluh terkait uang, Karena saya biasa bawa uang sedikit di dompet. Negatifnya, saya susah memprioritaskan kebutuhan. Huhuhu! Emm, kecuali baju saya, karena saya memproduksi sendiri, tapi hampir barang lain saya beli dengan harga yang tidak selalu murah. Kadangkala, murah pun bukan jadi orientasi saya.



Beberapa waktu lalu, saya membaca konsep less is more, di mana kebahagiaan tidak tertumpu pada materi, bahkan alangkah baiknya memiliki materi sesedikit mungkin dan secukupnya saja. Berapa banyak di antara kita memiliki sikap "intentional shopping"? Belanja tanpa arah dan tanpa tujuan, atau kadang berkedok stres atau berkedok "ya kan aku boleh menikmati gajiku". Saya sendiri cukup sering. Yay gaji sudah masuk, beli apa yaa. Jadi saya mencari-cari barang yang sekiranya bagus dibeli, tidak selalu perlu dibeli. Scrolling dari satu akun instagram ke akun lain, untuk mencari-cari barang lucu, padahal belum perlu. Semoga yang begini saya saja ya. Walaupun feeling saya, masih banyak yang punya kebiasaan yang sama dengan saya. ayo ngaku!

Caroline, pencetus capsule wardrobe, menshare pengalamannya mengerem kebiasaannya berbelanja fashion item. Ia hanya boleh memiliki 37 item dalam lemarinya (sudah termasuk sepatu dan tas, tidak termasuk pakaian dalam) dan selama 3 bulan, tidak boleh menambah isi lemari. Jika setelah 3 bulan mau mengganti, maka yang diganti harus dikeluarkan (misal disumbangkan). Konsep ini ia praktikan setelah ia menyadari selama ini terlalu banyak waktu terbuang, serta energi terbuang hanya untuk memilih pakaian ketika akan pergi yang akhirnya memakai pakaian yang itu-itu saja, untuk shopping, padahal energi, waktu dan uang yang tersebut dapat digunakan untuk hal lain yang lebih prioritas. Menambah uang untuk mengejar impian, memberi sedekah kepada yang membutuhkan. Bukankah hal tersebut lebih membahagiakan?

Ada kalanya kita merasa iri dengan isi lemari orang lain yang berisi banyak sekali koleksi, dari atas sampai bawah, tidak hanya non-hijab, yang berhijabpun sekarang banyak yang terkena sindrom memenuhi lemari dengan koleksi ootd. Is it really make you happy? Yes, but just a little i think.

Setelah membaca pengalaman Caroline, saya pun mulai berkaca. Sepertinya ini adalah saat yang tepat untuk mencoba sesuatu yang berbeda dari yang biasa saya lakukan. Hanya menyimpan apa yang saya butuhkan, hanya membeli jika benar-benar perlu. Membeli di waktu membutuhkan, dengan lebih mengutamakan kualitas. Lebih sedikit energi dan waktu terbuang, lebih tepat dalam menggunakan uang. Buy fewer, better things.

Di satu sisi, ada jeritan batin saya sebagai pemilik toko onlineshop. Penting untuk saya memastikan bahwa customer saya mengerti pentingnya "think before buy", berpikir sebelum membeli, dan belilah hanya apa yang dibutuhkan, dengan harga yang reasonable dan dengan kualitas yang awet, pilih yang kamu suka dan awet sehingga penggunaan waktu, tenaga dan uang kita menjadi lebih efektif dan efisien.

What do you think?




Komentar

  1. setuju mbakkk, saya juga mulai menerapkan konsep beginian, terutama baju sejak bbrp tahun lalu, hehe. Dulu, terinspirasi dari Ippho Santosa sih, jadi dia cm bbrp lembar baju. Kalo ada yg baru, yg lama harus berpindah tangan, as simple as that sebenernya yah:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keren sekali Mak Prita, saya baru menerapkannya sekitaran 3 bulan terakhir, suka merapikan dengan gaya Konmari juga ga Mak?

      Hapus
  2. Daku juga berprinsip, ketika yang baru ada, yang lama disingkirkan :)
    Beli satu baju, keluarkan satu atau dua baju lama. Nggak hanya baju sih, aksesoris atau peralatan rumah tangga juga begitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahh, tapi kalau konsep Caroline bahkan sampai memtasi jumlah yang ada di lemari Mak, tapi kayak mamak pun tak banyak lah, good job lah ^^v

      Hapus
  3. saya penganut sistem one in one out mbak :) enak sih, gitu lemari agak penuh dikeluarin yang jarang2 dipake

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betuull, mendingan dikasih ke yang memerlukan ya Mak? Hati kita adem, lemari juga adem, hehe

      Hapus
  4. Mirip sama yang dibilang di salah satu IG Panutan aku @ummubalqis , dan aku pun gitu mbak, banyakan warna item putih abu abu aja di lemari. Warna2 netral yang kalo dipake berkali-kalipun gakeliatan. Eheheheee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ihh, keren banget mak, entah kenapa aku belum bias, huhuhu >,<

      Hapus
  5. Aku beli baju yang modelnya simple dan gak macem2 modelnya.. Tujuannya agar tetap bisa dipakai walaupun tahunnya telah lama berganti alias up to date terus... Terus aku juga beli baju yang warna dan modelnya bisa dipadu-padankan, jadi seolah2 aku memiliki banyak baju, padahal sebenarnya sih cuma beberapa lembar saja yg aku punya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu persis banget sama konsepnya si Caroline, judul blognya aja kan UN-FANCY, jadi dia bener-bener milih baju yang ga bakal out of date, hihi

      Hapus
  6. Salam kenal Mba',aku nggak sering-sering amat beli baju sih Mba', bahkan ada baju yang udah 4 tahun lamanya masih dipake terus, kadang sampai robek, hihi.
    Nah, kalo jilbab lumayan sering kayaknya, apalagi sejak belajar hijrah, tapi pas mau dikasih ke orang, jadi mikir, takutnya nanti kalo dipake, trus buat keluar-keluar,apalagi jilbab yang tipis-tipis & pendek, takut nanti ikutan juga dapet salahnya, gimana kalo kasusnya kayak aku Mba'? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi, emang yah godaan jilbab itu warbiyasak, baru punya yang ini bsok keluar yang itu, dst, gakpapa Mba kalau mau punya beberapa warna, tapi konsepnya tetep sama, batasi, dan one in one out :)

      Hapus
  7. setuju, aku juag begitu pakaian di lemari juga gak banyak , kalau beli ayng baru yang lama aku kumpulkan kalau sudah banyak suka tak kasih ke orang lain (pakaian ini masih layak pakai)

    BalasHapus
  8. Think before buy, setuju banget mba. Dan nggak jarang baju-baju saya yang kekecilan, saya estafet ke orang lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang ga kekecilan dan ternyata numpuk aja di pojokan lemari juga boleh diangkut Mba :P

      Hapus
  9. Salam kenal :)

    Saya juga belakangan ini kepikiran soal capsule method sama metode Kon-Mari soalnya saya ini demen banget numpuk barang, kayaknya harus mulai di detoks deh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sama Mak, pengen punya rumah yang clear, dan bersih dan simpel

      Hapus
  10. hanya 37?? wah, aku penasaran juga nih, bisa ga ya caranya aku tiru :D.. selama ini sih, prinsip yg msh aku pegang mbak, beli 10 baju, harus menyingkirkan 10 baju yg lama.. beli 2, harus sisihin 2.. gitu deh, intinya ksh tempat utk baju2 yg baru.. tp blm prnh coba nih kalo sampe dibatasin jumlahnya jd hanya 37 ;p ntr deh aku mw praktekin...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihi, iyaa, kecuali baju di rumah Mba, jadi bener bener baju dan aksesoris untuk keluar aja itu, :p

      Hapus
  11. baiklah, saya ngaku (sering belanja tanpa arah tujuan yang jelas), T-T

    BalasHapus

Posting Komentar

Hi, nice to hear your inner-voice about my blog. Just feel free to write it here, but please dont junk :)

Postingan Populer