Ketika Kakak Mencorat Coret Dompet Baru Umi

____Jangan menukar hati anak dengan barang, hati anak yang rusak akan sulit diperbaiki, barang yang rusak bisa diperbaiki bahkan dibeli

Kemarin sore adalah kali pertama Abah berada di asrama -dan akan berlanjut hingga 3,5 bulan ke depan. Itu artinya saya harus berangkat dan pulang sendiri. Sudah menjadi kebiasaan Kak Una, jika salah satu dari kami pulang tanpa yang lain, maka yang tidak terlihat pulang bersama pasti akan ditanya, apalagi ini yang tidak terlihat adalah Abahny, Abah kesayangan gitu. "Umi, Abah mana?" tanyanya. Pertanyaan seperti ini biasanya akan muncul minimal 3 kali (udah kayak makan aja >,<). Well, saya jawab "Abah di asrama Nak, nanti pulangnya hari Sabtu". Sampai di situ dia puas dan lanjut menonton kartun.

Saya yang basah kuyup dan Ali yang mulai merengek karena mengantuk membuat perhatian saya tidak lagi tertuju pada Kakak. Namun, saya ingat kalau Abahnya selalu menemani Kakak dulu sebelum bebersih dan makan malam, sehingga saya pun berusaha untuk menemani Kakak dulu setelah bebersih. Kakak ternyata tertarik dengan bungkusan bungkusan cokelat (you know what i mean) yang berjejer di meja ruang tamu, paket. Hihi, maklum, saking seringnya beli buku dan mainan online, Kakak sudah hapal dan mengira setiap paket yang datang ke rumah isinya mainan atau buku. Sayang kali ini tidak ada paket berisi salah satu di antara keduanya, akhirnya karena kakak penasaran saya putuskan membuka paket dari Gotosovie, isinya dompet kosmetik dan dompet obat. Seperti yang saya duga, Kakak sangat antusias, iya, meakipun isinya bukan mainan, dia tetap antusias. Saya berikan seluruh isi paket dari Gotosovie kepadanya. Its called children, ga ada sesuatu yang ga bisa dijadikan mainan, itu dompet dijejer jejer dan dijadiin "wayang". Kakak ngarang cerita sendiri dengan imajinasinya, kadang nyebut tolong, kadang nyebut Abah, dst. Wis, saya anggap dia sudah bisa ditinggal untuk mengerjakan yang lain.

Sampai akhirnya saya selesai makan dan  Ali tertidur pulas barulah saya menemani Kakak kembali. Ternyta Kakak masih asik main dompet. Dan ternyata lagi, aaaakkk (ini dalam hati loh ya), Kakak mencoret coret semua dompet yang tadi saya berikan untuk mainan. Lalalala. Sip sip banget. Pasrah saya. Tapi tetep ya keluar kalimat "Kakak, kenapa corat coret si dompet Umi? Coret coretnya di kertas saja Kak" Ini ekspresi saya datar, tidak marah, hanya sedikit kaget. Saya sudah ikhlas itu dompet dompet dihiasi coretan Kakak. Tapi, siapa tau masih bisa hilang. Saya ambil tisu basah, saya coba lap, eww, tidak hilang. Sejujurnya masih sedih dan syok. Sambil saya bersih bersih itu ternyata Kakak memperhatikan, dia ikut membersihkan satu dompet lain yang selain dicoret juga ditumpahi bedak (ahahahaha). "Ni, bersih nih mi, sudah bersih Mi", katanya. Dalam hati saya, yaiyalah, itu kan bedakkk. Eaa, inget inget keep calm Lis.

Dan ting tong, saya kepikiran nyoba beraihin pakai minyak kayu putih. Saya taroh beberapa tetes di bekas coretan, saya lap, alhamdulillah, bersih. Kakak ternyata tertarik mencoba juga setelah saya bilang 'Ni Kak, bisa bersih Kak pakai minyak". Saya pun memintanya menuang minyak di dompet lain yang belum bersih, dan karena ia terlihat ingin membersihkan sendiri, saya beri Kakak kesempatan untuk membersihkan. Wahh, saya plong. Ga jadi sedij. Dan seneng banget ga keluar kata kata marah atau menyalahkan. Kakak malah jadi belajar mencari solusi masalah dan sama sekali ga keliatan sedih. Malah masih mau saya minta membuang tisu kotor ke tempat sampah. Yay!

Baru pagi ini saya menyadari lagi, prinsip penting dalam pendidikan anak yang pernah saya baca (sayang saya lupa buku apa). Intinya seperti saya tulis di depan, janganlah ketidaksabaran kita, atau ketidakbijaksanaan kita mengakibatkan luka dalam di hati anak kita, hati anak kita hanya satu, jika rusak mungkin bisa sembuh. Tapi pasti ada bekasnya. Tidak pantas kita menukar hati anak kita dengan hal lain yang jelas tidak lebih penting dari hatinya. Entah karena dia menjatuhkan piring, melempar henpon, mematahkan lipstik, menumpahkan minyak, memecahkan telor, apapun kejadian ajaib yang kita temui ketika menemaninya, be calm, sadari anak anak jauh lebih tidak capable dari kita, belum tau bahaya, belum tau ada barang murah barang mahal, belum tau limitrd edition, belum tau dan belum tau yang lain. Kitalah yang harus pelan pelan mengajarinya, dengan nasihat yang baik, bukan dengan pukulan, bukan dengan cubitan, bukan dengan teriakan.

Dengan menyadari bahwa anak anak belum memiliki pertimbangan selain menyenangkan untuk dimainkan, kita sadar bahwa kita tidak boleh menuntut lebih apalagi menuduhnya. Yang boleh kita lakukan adalah mengajarinya dengan penuh kasih sayang.

Untuk kejadian yang tidak berbahaya, beri kesempatan anak menyelesaikan masalah, dan ajari supaya tidak mengulangi. Misalnya :
Kakak, telurnya pecah ya, gakpapa, kakak ambil lap ya, Lain kali, hati hati ya ambil telurnya, apalagi telur yang belum matang, kulitnya tipis, jadi kalau terlalu kuat memegangnya atau kalau jatih, dia mudah sekali pecah Kak.

Untuk kejadian yang mungkin membahayakan, pastikan anak aman terlebih dahulu, baru beri pengertian. Misalnya :
Kakak, piringnya jatuh ya, diam disitu dulu kak, jangan kemana mana ya, umi ambil sapu dulu, hati hati banyak kaca, tajam.
Setelah anak aman, baru beri pengertian "Kakak, hati hati mengambil gelas atau piring yang terbuat dari beling ya. Pastikan Kakak memegangnya dengan erat dan meletakannya di tempat yang aman. Kalau ternyata jatuh, pokoknya minggir dulu, jangan langsung dibersihkan ya. Umi khawatir Kakak terkena pecahannya. " Tentu saja redaksi dan detil arahan dapat disesuaikan dengan usia anak.

Sebenarnya masih banyak contoh kasus lain yang bisa kita ambil pelajaran, namun intinya satu, jaga hati anak anak kita seperti ia menjaga kepercayaannya kepada kita orang tuanya. Beri ruang untuk belajar dan berkembang jangan memperkedilkan apalagi menjudge anak-anak sebagai anak nakal. Anak nakal jika kita acuh dan mau terus beres. Sayangi dan dampingi, insyaAllah mereka terus bertumbuh dan memberi manfaat untuk siapapun di sekelilingnya.

Selamat memperbijak diri Mama dan Papa,

Salam

Umi Yumna

Komentar

  1. Iya, mba. Yang terbaik memang diajarin ttg solusinya, bukan hanya diomeli ya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba Nita :)
      Jika diomeli saja, mereka tidak mendapat hikmah, dan itu sayang sekali kan?

      Hapus
  2. Wah.. Mbak sabar banget ya. Kalok Mama ku pasti uda teriak teriak. Wkwkwk :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Soalnya anak-anak itu fotokopi yang ga pernah off Kak beby, makanya kita kudu ati ati kalau merespon segala sesuatu, termasuk ngajarin kapan marah kapan ga marah :p

      Hapus

Posting Komentar

Hi, nice to hear your inner-voice about my blog. Just feel free to write it here, but please dont junk :)

Postingan Populer