DETEKTIF KEBAIKAN
Perihal efek menegur dan memuji pada karakter dan perasaan anak telah menjadi perhatian para pakar parenting. Bahkan menurut Teh Okina, penggagas Enlightning Parenting,banyak sekali orang tua yang belum mengerti apa dampaknya jika memuji tapi tidak tepat, menegur tapi kurang tepat, tidak memuji bahkan ada juga yang tidak berani menegur anaknya. Saya sangat tertarik dengan bahasan ini karena sekarang ini saya sedang menemani tumbuh kembang kedua putra saya, Kak Y (4 yo) dan Adik A (2,5 yo). Di masa -masa ini, ketepatan menyampaikan teguran dan pujian akan sangat berpengaruh pada pemahamannya tentang kehidupan di luar rahim. Mengapa? Karena bagi anak-anak, orang tualah idolanya.
Sama seperti kita, anak-anak mengidolakan kita seperti kita mengidolakan penyanyi, penulis, atau tokoh favorit kita. Idola -bagi kita- adalah role model, kita sangat ingin seperti dia. Mulai dari cara berbicara, gaya berpakaian, tempat makan favorit, lagu favorit, bahkan merk sabun favorit pun semuanya ingin kita tiru, ya kan?
Bayangkan jika kita sebagai fans mendapat pujian dari idola ? Seneng apa seneng? Seneng banget sampai terbang ke khayangan rasanya. Dengan dipuji, kita merasa dihargai usahanya bukan? Dan dari situ pula akan muncul semangat untuk terus melakukan segala hal agar kita selalu layak dipuji.
Sama banget tuh, kayak anak kita dapat pujian dari mak-bapak nya, tapi sayangnya tidak semua pujian itu ternyata layak dilayangkan >,< Lalu bagaimana ya cara tepat memuji? Dan kebaikan seperti apa siy yang sebaiknya kita puji?
JADILAH DETEKTIF KEBAIKAN
Sebagai orang tua, kita harus melatih telinga, mata dan rasa kita untuk menjadi seorang detektif kebaikan. Yes! Kebaikan anak-anak kita. Apa saja siy yang layak puji? Semuanya, kebaikan yang kecil (bangun pagi dan segera bersiap ke sekolah tanpa dikomando, menyelesaikan makannya dengan baik, akur bermain dengan saudaranya atau sekedar mengambilkan tisu untuk Bundanya), apalagi kebaikan yang lebih besar (membantu temannya yang sedang sakit, merawat ikannya dengan baik, dll). Teh Okina menyayangkan perilaku orang tua yang seringkali abai terhadap kebaikan-kebaikan kecil yang dilakukan anaknya. Dengan alasan perilaku tersebut sudah seharusnya dilakukan oleh sang anak. Padahal, bukankah dari kebaikan-kebaikan kecil yang terpelihara inilah kelak akan muncul kebaikan-kebaikan besar?
Kak Y itu orangnya suka rapi-rapi, pernah suatu kali adeknya main (dalam artian mengacak-acak) sebuah kotak yang isinya koran bekas. Berhamburanlah koran bekas di lantai ruang tamu. Saya pun menegur Adik (bahasan menegur efektif akan saya tulis minggu depan ya insyaAllah) dan memintanya untuk mengembalikan koran-koran bekas itu pada tempatnya. Tanpa dinyana malah Kakak Y yang menanggapi, "Aku aja yang rapihin. Soalnya aku ga suka berantakan".
Normalkah Kakak menanggapi seperti itu? Looks normal. Tapi kalau kita paham bahwa anak seusianya belum tentu akan menyampaikan inisiatif seperti itu, saya jadi terharu. Kira-kira pujian seperti apa ya yang tepat dilayangkan kepadanya?
"Wah, keren si Kakak, gitu dong Kak (kasih jempol). Adek niy, masa berantakin ga mau beresin"
Hmm, bukannya bener, malah pujiannya jadi mengadu domba si Kakak sama si Adek. NO! BIG NO!
Kita harus memuji -tapi memuji yang efektif, akhirnya saya bilang ke Kakak seperti ini.
"Baik Kak, terima kasih atas bantuannya membereskan koran yang jatuh (apresiasi perilaku). Allah suka anak yang menjaga kerapihan (tanamkan keimanan untuk siapa kita berbuat baik)"
Terlalu kaku? Belum tentu, tergantung cara kita menyampaikan ke anak (tentu saja harus senyum ya Mak :p) Nah, supaya lebih kebayang, cek dulu yuk cara memuji efektif ala Teh Okina.
#1 Puji Perilaku, Usaha dan Sikapnya
Siapa yang memuji anak hanya menggunakan satu kata? "Pinter". Hihihi, sejujurnya itu saya yang dulu Mak. Jadi kayak ga ada kata lain gitu kalau memuji, bener-bener cuma 1 itu doang. Akibatnya anak kita bingung loh Mak ternyata. Beda-beda perbuatannya kok semua jawabannya pinter? Pas semakin kesini tapi kok pinter itu ga termasuk perbuatan-perbuatan baik yang selama ini dia lakukan (misal, pinter itu = nilai matematikanya harus sempurna bulet 100). Thats why Teh Okina mengajarkan kepada kita untuk tidak membabat habis semua perbuatan baik anak dengan 1 kata -si pinter tadi- melainkan spesifik pada perilaku, usaha atau sikapnya. Misalkan anak kita membersihkan tumpahan susu di lantai tanpa kita minta, maka kita bisa sampaikan padanya :
"Alhamdulillah, anak Mama mau membersihkan susu yang tumpah (mengapresiasi perilaku dan usaha anak), lantai kita jadi tidak kotor dan tidak licin. Terima kasih ya Kak, rumah kita jadi bersih (konsekuensi positif dari perilaku anak)"
#2 Nyatakan Konsekuensi Positif dari Perilaku Anak
Seperti yang saya contohkan di atas, setelah memuji perilaku/usaha anak, kita tutup pujian dengan menyampaikan alasan kenapa kita memuji dan kenapa perilaku baiknya itu layak untuk dilaksanakan lagi lain waktu. Dengan menyampaikan konsekuensi positif, kita harapkan anak-anak memahami bahwa kita tidak lip service.
#3 Nyatakan Dalam Kalimat Sederhana yang Mudah Dipahami
Intinya siy jangan berlebihan ya Mak, apalagi sampai menggunakan kata-kata yang anak kita ga memahami artinya, superb, amazing, marvelous Pada umumnya kata-kata tersebut jarang digunakan oleh masyarakat kita. Atau mnemakai kata-kata yang berlebihan seperti paling keren, super baik, terbaik sedunia, hehehe, please jangan ya Mak ;p
#4 Tanamkan Keimanan "Untuk Siapa Ia Berperilaku Baik"
Weww, jleb banget Mak metode memuji yang terakhir ini. Seringkali saya memuji ya hanya karena memang anak saya berhasil melakukan kebaikan, tapi saya lupa hal yang lebih penting dari sekedar melakukan kebaikan itu sendiri. Yaitu menanamkan keimanan bahwa kita melakukan kebaikan hanya karena Allah. Teh Okina mengingatkan kita bahwa anak anak harus tau seluruh kebaikannya itu bukan untuk orang lain -termasuk untuk kita orang tuanya- melainkan untuk Tuhan yang telah menciptakannya.
Sering kita lihat fenomena di sekitar kita, ada orang yang awalnya berperilaku baik tiba-tiba saja berhenti berbuat kebaikan. Kenapa? Karena ia merasa kebaikannya tidak diapresiasi, atau karena orang lain tidak berbuat baik seperti yang ia lakukan. Ia berharap kebaikan itu dibalas oleh manusia.
Semoga anak-anak kita terjaga dari perilaku seperti itu ya Mak, karena itu artinya kita belum berhasil menanamkan pentingnya berbuat baik untuk akhirat kita kelak. Anak anak yang terbiasa berbuat baik karena Allah, tidak akan haus pujian manusia, dan tidak pula akan berhenti berbuat baik meski tidak ada satupun manusia yang memberi apresiasi atau mengembalikan kebaikan yang sama kepadanya.
And sebagai penutup dari tulisan saya siang ini, saya akan mencuplik sebuah pengingat penting. Teh Okina menulis dalam bukunya "Kebanyakan manusia menghapuskan semua catatan kebaikan seseorang dalam hatinya hanya karena satu saja keburukannya dan tetap mengingat keburukannya meski telah banyak kebaikan yang dilakukannya". Sebagai orang tua kadangkala kita pun silap mata, mencatat dalam hati kok anak saya nakal sekali ya, padahal ada banyak kebaikan-kebaikannya yang lupu dari catatan. Jadilah pemcatat yang adil mulai dari anak-anak kita, dan buatlah catatan kebaikan itu sebagai pengingat betapa baiknya perilaku baik anak kita dibandingkan dengan perilaku buruknya, Ustadz Harry menyampaikan sebuah pepatah indah tentang kebaikan, fokuslah pada cahaya anak kita, maka kelak ia akan bisa menerangi sekitarnya.
Bagaimana Mak, sudah siap menjadi detektif kebaikan?
Sumber bacaan:
https://okinafitriani.com/2017/10/16/memuji-dan-menegur-efektif/
The Secret of Enlightning Parenting. Okina Fitriani. 2017. Penerbit Serambi : Jakarta
Komentar
Posting Komentar
Hi, nice to hear your inner-voice about my blog. Just feel free to write it here, but please dont junk :)