Hidup (Bukan) untuk Foto


Saya tergelitik menulis ini segera setelah secara tidak sengaja menonton video yang diunggah womantalk.com via akun IG-nya. Tidak ingat pasti nama wanita yang menjadi pemilik kisah di video itu namun saya masih mengingat jelas hikmah yang ingin dibagi.

Video tersebut menceritakan kisah hidup seorang wanita yang awalnya terjerat hutang, akhirnya bisa lepas dari hutangnya dan bahkan memutuskan untuk merubah gaya hidup. Dulu, dengan gaya hidup jetset ala Sex and The City, ia populer dan banyak fans -kehidupan ala selebgram. Setiap hari hang out di cafe dan berbelanja barang barang mewah. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk merubah semuanya. Its time to stop. Wanita populer ini hidup di atas hutang.

Syukurlah hatinya tergerak dan segera memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Bayangkan jika ia bersikeras tetap berhutang, foto foto wah itu memang bisa terus dia unggah, tapi hidup dan pikirannya lelah digerogoti hutang. Really you wanna live life like that?

Keputusan seperti itu baginya, saya yakin amatlah berat. Demi menutup hutang dia benar benar meninggalkan apa yang biasa ia lakukan selama ini, popularitas adalah taruhannya. Tinggal di kos kosan super kecil, meminimalisir makanan yang ia konsumsi, sama sekali tidak berbelanja kebutuhan tersier selama setahun, akhirnya ia bisa melunasi seluruh hutangnya.

Pengalaman tersebut membuatnya tergugah untuk merubah konten IG nya. Dari seorang wanita cantik berkehidupan mewah, menjadi seorang wanita sederhana dengan konten positif dan memotivasi. Dari seseorang yang berkiblat duniawi, menjadi seseorang yang ingin lebih bermanfaat untuk sesamanya. Salut!

Begitulah kehidupan mengajarkan kita, bahwa seringkali kita lebih terpesona pada apa yang kita lihat di layar smartphone. Mengagumi kehidupan orang lain, hanya dari foto yang dia unggah. Just my two cent, mudah banget kan foto itu diunggah secara fake? Sebaliknya, kenapa kita juga sangat mudah menilai orang hanya dari foto foto yang dia unggah. Seolah olah jika IG kita tidak pernah post asyiknya berselancar di Bali, atau mewahnya makan malam di kapal pesiar, itu artinya si pemilik akun tidak bahagia. Tidak pernah belanja tas mahal apalagi koleksi, itu artinya belum sukses.  Lagi lagi kita membuat penilaian baru tentang arti kesuksesan yang sama sekali tidak dialami peradaban -yang lebih damai- di masa lalu saat smartphone dan sosial media belum sebegitu berefek seperti di masa kini.

Foto, kita bukan hidup untuk itu. Mari mengembalikan foto pada fitrahnya. Penyimpan memori. Kalaupun ingin mengunggahnya, unggahlah untuk kebermanfaatan. Tidak perlu memaksa diri membeli barang, menginap di hotel, menyicip makanan, hanya demi foto. Bukan hanya hidup kita jadi konsumtif, tetapi hati kita juga menjadi sakit saat orang lain mengunggah hal lebih mewah. Mungkin sebagian yang lain akan berfikir, yaudah lah, uang uang guwe, suka suka guwe lah mau buat apa. Tapi coba fikirkan efeknya untuk orang yang mengkonsumsi postingan kita. Tapi coba kita fikirkan apakah ada cara yang lebihbtepat untuk menggunakan uang yang kita miliki. Itupun jika benar benar uang kita -bukan dari hutang.

Well, ini postingan ini mungkin ga akan menyenangkan semua orang. Tapi melihat fenomena seperti ini terus bergulir pasca sosmed menjadi keseharian kita, i just wanna share my thought with you, please live for real, not just for a photos. Percayalah meski foto yang kamu unggah ga se-wow itu, kamu masih sangaytmungkin punya kehidupan yang wow untuk disyukuri dan dinikmati, bahkan untuk dibagi kepada orang lain.

Komentar

  1. Setuju banget mbak Athiah. IG ku berantakan foto-fotonya karena ya emang cuma keseharian kayak masakanku yang ga di plating, main sama anak, dll. Diambil cuma pake kamera hp doang.
    Yang penting hidup bahagia bersama anak, suami dan keluarga. Amiiin....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener Mba, even kalau kita pengen inspire orang pun, ga harus membuat diri kita menderita karena ingin terlihat keren, jadi diri apa adanya lebih menentramkan :)

      Hapus
  2. bener banget tuh, padahal kenyataannya gak sesuai di Ig. kadang demi foto banyak orang bikin foto fake. atau ngabisin uang kiriman demi nongkrong dan foto-foto.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ngeri banget ya Mba Anna, semoga kita ga termasuk di dalamnya >,<

      Hapus
  3. Adem baca tulisan ini mba, semacam penyeimbang dari kerasnya dunia sosmed zaman sekarang.
    Emang sosmed kadang bikin racun bener, saya sudah ngalamin.
    Dari berbisnis online yang mengharuskan kita jaim di sosmed, sampai kadang dipaksakan.
    Pun kadang sebagai blogger juga semacam tuntutan untuk memperbaiki feed IG.

    Tapi di ujung waktu, saya segera tersadar, semua itu bukan saya banget.
    Masih ada banyak cara untuk menginspirasi orang tanpa harus pamer gaya hidup mewah.

    Makanya sekarang saya memilih posting foto selang seling, antara foto orang maupun kata-kata, dengan begitu saya gak harus bingung kehabisan konten untuk diposting hingga harus jalan-jalan ngabisin duit setiap saat hehehe.

    Thanks mbaa :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Hi, nice to hear your inner-voice about my blog. Just feel free to write it here, but please dont junk :)

Postingan Populer